Tulisan Ke 4
-perkembangan politik dunia
-perkembangan politik di indonesia
-strategi dalam pembangunan bangsa indonesia dari masa kemerdekaan sampai reformasi
-perkembangan politik dunia
-perkembangan politik di indonesia
-strategi dalam pembangunan bangsa indonesia dari masa kemerdekaan sampai reformasi
Perkembangan Politik di Dunia dan di
Indonesia Dari Masa Sesudah Kemerdekaan Sampai Reformasi
Suatu sikap & tingkah laku
politik seseorang menjadi suatu objek penanda gejala-gejala politik yang akan
terjadi pada orang tersebut dan orang-orang yang berada di bawah politiknya.
Contohnya ialah jikalau seseorang
telah terbiasa dengan sikap dan tingkah laku politik yang hanya tahu menerima,
menurut atau memberi perintah tanpa mempersoalkan atau memberi kesempatan buat
mempertanyakan apa yang terkandung dalan perintah itu.
Dapat diperkirakan orang itu akan merasa aneh,
canggung atau frustasi bilamana ia berada dalam lingkungan masyarakatnya yang
kritis, yang sering, kalaulah tidak selalu, mempertanyakan sesuatu keputusan
atau kebijaksanaan politik.
Kebudayaan politik Indonesia pada
dasarnya bersumber pada pola sikap dan tingkah laku politik yang majemuk. Namun
dari sinilah masalah-masalah biasanya bersumber. Mengapa? Dikarenakan oleh
karena golongan elite yang mempunyai rasa idealisme yang tinggi.
Akan tetapi kadar idealisme yang
tinggi itu sering tidak dilandasi oleh pengetahuan yang mantap tentang realita
hidup masyarakat. Sedangkan masyarakat yang hidup di dalam realita ini
terbentur oleh tembok kenyataan hidup yang berbeda dengan idealisme yang
diterapkan oleh golongan elit tersebut.
Contohnya, seorang kepala
pemerintahan yang mencanangkan program wajib belajar 9 tahun demi meningkatkan
mutu pendidikan, namun pada aplikasinya banyak anak-anak yang pada jenjang
pendidikan dasar putus sekolah dengan berbagai alasan, seperti tidak memiliki
biaya. Hal ini berarti idealisme itu tidak diimplikasikan secara riil dan
materiil ke dalam masyarakat yang terlibat dibawah politiknya. Idealisme diakui memanglah penting.
Tetapi bersikap berlebihan atas idealisme itu
akan menciptakan suatu ideologi yang sempit yang biasanya akan menciptakan
suatu sikap dan tingkahlaku politik yang egois dan mau menang sendiri.
Demokrasi biasanya mampu menjadi jalan penengah bagi atas polemik ini.Indonesia
sendiri mulai menganut sistem demokrasi ini sejak awal kemerdeka-annya yang
dicetuskan di dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Demokrasi dianggap merupakan sistem
yang cocok di Indonesia karena kemajemukan masyarakat di Indonesia. Oleh karena
itu Demokrasi yang dilakukan dengan musyawarah mufakat berusaha untuk mencapai
obyektifitas dalam berbagai bidang yang secara khusus adalah politik.
Kondisi obyektif tersebut berperan
untuk menciptakan iklim pemerintahan yang kondusif di Indonesia. Walaupun
demikian, perilaku politik manusia di Indonesia masih memiliki corak-corak yang
menjadikannya sulit untuk menerapkan Demokrasi yang murni. Corak pertama
terdapat pada golongan elite strategis, yakni kecenderungan untuk memaksakan
subyektifisme mereka agar menjadi obyektifisme, sikap seperti ini biasanya
melahirkan sikap mental yang otoriter/totaliter.
Corak kedua terdapat pada anggota
masyarakat biasa, corak ini bersifat emosional-primordial. Kedua cirak ini
tersintesa sehingga menciptakan suasana politik yang otoriter/totaliter. Sejauh
ini kita sudah mengetahui adanya perbedaan atau kesenjangan antara corak corak
sikap dan tingkah laku politik yang tampak berlaku dalam masyarakat dengan
corak sikap dan tingkahlaku politik yang dikehendaki oleh Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945. Kita tahu bahwa manusia Indonesia sekarang ini masih
belum mencerminkan nilai-nilai Pancasila itu dalam sikap dan tingkah lakunya
sehari-hari. Kenyataan tersebutlah yang hendak kita rubah dengan nilai-nilai idealisme
pancasila, untuk mencapai manusia yang paling tidak mendekati kesempurnaan
dalam konteks Pancasila. Esensi manusia ideal tersebut harus dikaitkan pada
konsep “dinamika dalam kestabilan”. Arti kata dinamik disini berarti berkembang
untuk menjadi lebih baik.
Misalkan kepada suatu generasi
diwariskan suatu undang-undang, diharapkan dengan dinamika yang ada dalam
masyarakat tersebut dapat menjadikan Undang-Undang tersebut bersifat luwes dan
fleksibel, sehingga tanpa menghilangkan nilai-nilai esensi yang ada, generasi
tersebut terus berkembang.
Dinamika dan kemerdekaan berpikir
tersebut diharapkan mampu untuk memperkokoh persatuan dan memupuk pertumbuhan. Yang menjadi persoalan kini ialah bagaimana
dapat menjadikan individu-individu yang berada di masyarakat Indonesia untuk
mempunyai ciri “dinamika dalam
kestabilan” yakni menjadi manusia yang ideal yang diinginkan oleh Pancasila.
kestabilan” yakni menjadi manusia yang ideal yang diinginkan oleh Pancasila.
Maka disini diperlukanlah suatu
proses yang dinamakan sosialisasi, sosialisasi Pancasila. Sosalisasi ini
jikalau berjalan progressif dan berhasil maka kita akan meimplikasikan
nilai-nilai Pancasila kedalam berbagai bidang kehidupan. Dari
penanaman-penanaman nilai ini akan melahirkan kebudayaan-kebudayaan yang
berideologikan Pancasila. Proses kelahiran ini akan memakan waktu yang cukup lama
jadi kita tidak bisa mengharapkan hasil yang instant terjadinya pembudayaan.
Dua faktor
yang memungkinkan keberhasilan proses pembudayaan nilai-nilai dalam diri
seseorang yaitu sampai nilai-nilai itu berhasil tertanam di dalam dirinya
dengan baik. Kedua faktor itu adalah:
• Emosional psikologis, faktor yang berasal dari hatinya
• Rasio, faktor yang berasal dari otaknya
• Emosional psikologis, faktor yang berasal dari hatinya
• Rasio, faktor yang berasal dari otaknya
Jikalau kedua faktor tersebut dalam diri
seseorang kompatibel dengan nilai-nilai Pancasila maka pada saat itu terjadilah
pembudayaan Pancasila itu dengan sendirinya.Tentu saja tidak hanya kedua faktor
tersebut.
Segi lain pula yang patut
diperhaikan dalam proses pembudayaan adalah masalah waktu. Pembudayaan tidak
berlangsung secara instan dalam diri seseorang namun melalui suatu proses yang
tentunya membutuhkan tahapan-tahapan yang adalah
pengenalan-pemahaman-penilaian-penghayatan-pengamalan.
Faktor kronologis ini berlangsung berbeda
untuk setiap kelompok usia.
Melepaskan kebiasaan yang telah menjadi kebudayaan yang lama merupakan suatu hal yang berat, namun hal tersebutlah yang diperlukan oleh bangsa Indonesia.
Melepaskan kebiasaan yang telah menjadi kebudayaan yang lama merupakan suatu hal yang berat, namun hal tersebutlah yang diperlukan oleh bangsa Indonesia.
Sekarang ini bangsa kita memerlukan
suatu transformasi budaya sehingga membentuk budaya yang memberikan ciri Ideal
kepada setiap Individu yakni berciri seperti manusia yang lebih Pancasilais. Transformasi
iu memerlukan tahapan-tahapan pemahaman dan penghayatan yang mendalam yang
terkandung di dalam nilai-nilai yang menuntut perubahan atau pembaharuan.
Keberhasilan atau kegagalan pembudayaan dan beserta segala prosesnya akan menentukan
jalannya perkembangan politik yang ditempuh oleh bangsa Indonesia di masa
depan.
A. PERKEMBANGAN POLITIK DI INDONESIA
DALAM UPAYA MENGISI KEMERDEKAAN
1. DEMOKRASI
LIBERAL
Pada masa berlakunya Konstitusi RIS
( 1949 ) dan UUDS ( 1950 ) bangsa kita melaksanakan pesta Demokrasi Liberal
dengan menggunakan sistem pemerintahan secara parlementer, di mana kepal negara
adalah presiden sedangkan kepala pemerintahan dipimpin oleh Perdana Menteri dan
bertanggung jawab pada Parlemen ( DPR ). Pada masa itu situasi politik tidak
stabil karena sering terjadi nya pergantian kabinet dan sering terjadi
pertentangan politik di antara partai-partai yang ada. Adapun kabinet yang
pernah memerintah antara lain.
Kabinet ini jatuh karena ada mosi tidak
percaya bahwa M. Natsir tidak mampu menyelesaikan masalah Irian Barat dan
sering terjadi pemberontakan sehingga muncul gerakan DI/TII, Andi Azis, APRA,
RMS dsb.
b. Kabinet
Sukiman ( 26 April 1951 – 3 April 1952 ) Masalah yang dihadapinya adanya
pertukaran nota antara Menlu Ahmad Subarjo dengan Duber AS Merle Cochran
tentang bantuan ekonomi dan militer berdasarkan Mutual Security Act ( MSA )
atau UU kerjasama keamanan.
c. Kabinet
Wilopo ( 3 April 1952 – 3 Juni 1953 )
Masalah yang
dihadapinya yaitu :
1. Gerakan
separatis di Sumatera dan Sulawesi
2. Peristiwa
17 Oktober
3. Peristiwa
Tanjung Morawa
d. Kabinet
Ali I ( 31 Juli 1953 – 12 Agustus 1955 )
Masalah yang
dihadapinya yaitu pemberontakan DI/TII di Jawa Barat, Aceh dan Sulawesi serta
pergantian KSAD dari Bambang Sugeng pada Bambang Oetoyo
e. Kabinet
Burhanudin Harahap ( 12 Agustus 1955 – 3 maret 1956 )
Pada masa
ini berhasil melaksanakan Pemilu I dengan 2 periode , tanggal 29 September 1955
memilih anggota DPR dan tanggal 15 Desember 1955 memilih anggota Badan
Konstituante. Pemilu I ini dimenangkan oleh 4 partai besar yaitu PNI, Masyumi,
NU dan PKI.
f. Kabinet
Ali II ( 24 Maret 1956 – 14 Maret 1957 )
Masalah yang
dihadapinya yaitu timbulnya gerakan anti China dan pemberontakan PRRI/PERMESTA.
g. Kabinet
Djuanda
Kabinet ini
jatuh karena Badan Konstituante tidak bisa membuat UUD yang baru pengganti UUDS
sehingga presiden mengeluarkan Dekritnya tanggal 5 Juli 1959 dan mengumumkan
berlakunya Demokrasi Terpimpin.
2. DEMOKRASI
TERPIMPIN
Karena Badan
Konstituante tidak dapat membuat UUD baru pengganti UUDS maka pada tanggal 5
juli 1959 jam 17.00 hari jum’at Presiden Soekarno mengeluarkan Dekritnya yang
berisi :
a.
Pembubaran Badan Konstitiante
b. Berlaku
kembalinya UUD 1945 dan tidak berlakunya UUDS
c.
Pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu singkat
Sejak saat
itu Presiden mengumumkan berlakunya sistem Demokrasi Terpimpin yang di dalamnya
banyak terjadi penyimpangan dan penyelewenganterhadap UUD 1945
antara lain :
a. MPRS
mengangkat Soekarno sebagai presiden seumur hidup
b. Presiden
mengangkat MPRS
c. Pidato
presiden yang berjdul ” Penemuan Kembali Revolusi kita ” dijadikan GBHN
d. Lembaga
tinggi dan tertinggi negara dijadikan pembantu presiden
e. Presiden
membubarkan DPR hasil pemilu dan menggantikannya dengan DPR-GR
Pada masa
Demokrasi Terpimpin Presiden lebih anyak dipengaruhi oleh PKI dan PKI memainkan
peranan pentingnya sehingga mendapatkan perlakuan istimewa dari presiden. Dalam
rangka mewujudkan tujuannya maka PKI melakukan tindakan antara lain :
a. Dalam
Negeri
1. Berusaha
menyusup ke parpol dan ormas yang menjadi lawan
politiknya
kemudian memecah belah
2. Dalam
bidang pendidikan mengusahakan agar ajaran Marxis
Leninisme
menjadi salah satu masta pelajaran wajib
3. Dalam
bidang militer, mengindoktrinasi perwira ABRI dengan ajaran komunis
b. Luar
Negeri Berusaha mengubah politik luar
negeri yang bebas dan aktif menjurus ke negara-negara yang komunis.
B. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KEGAGALAN
PENYUSUNAN UUD BARU
Badan
Konstituante yang terbentuk hasil pemilu 1955 bertugas merumuskan
konstitusi/UUD yang tetap sebagai pengganti UUD Asementara tahun 1950 bersidang
pada tanggal 20 Nopember 1956. Ternyata dalam sidangt tersebut diwarnai dengan
perdebatan sengit, para anggota Badan Konstituante lebih banyak mementingkan
urusan partainya sendiri daripada kepentingan rakyat. Untuk itulah maka pada 21
Pebruari 1957 mengajukan gagasan yang disebutKonsepsi Presiden yang berisi
:
a. Demokrasi
terpimpin
b. Kabinet
Gotong Royong yang beranggotakan semua wakil parpol
c.
Pembentukan Dewan Nasional yang beranggotakan semua wakil partai politik
Konsepsi ini
ditolak oleh beberapa partai seperti Masyumi, NU, PSII, Partai Katolik dan PRI
karena lebih banyak didominasi oleh PKI. Pada
tanggal 22
April 1959 dihadapan sidang Badan Konstitante presiden mengumumkan kembali ke
UUD 1945 namun jumlah pendukung tidak mencapai KUORUM sehingga situasi tetap
tidak menentu. Untuk itulah maka presiden mengeluarkan dekritnya pada tanggal 5
Juli 1959.
C. KEBIJAKAN EKONOMI PEMERINTAH
DENGAN KONDISI EKONOMI NASIONAL DAN
DAERAHSAMPAI TAHUN 1965
1. SISTEM EKONOMI LIBERAL
1. SISTEM EKONOMI LIBERAL
a.
Nasionalisasi De Javasche Bank
Sejak tahun
1951 Bangsa Indonesia hanya mengandalkan hasil perkebunan tanpa ditunjang oleh
barang ekspor lain sedangkan barang impor semakin bertambah. Untuk itu
pemerintah pada masa kabinet Sukiman menasionalisasi Bank milik Belanda menjadi
milik Indonesia dengan nama Bank Indonesia. Usaha ini bertujuan untuk mengatasi
krisis keuangan saat itu dan untuk menata ekonomi9 ekonomi Indonesia ke arah
yang lebih baik.
b. Sistem
ekonomi Gerakan Benteng
Sistem ini
merupakan gagasan Dr. Soemitro Djoyohadikusumo yang intinya merupakan suatu
kebijakan untuk melindungi pengusaha pribumi namun gagal karena para pegusaha
Indonesia lamban dalam usahanya dan ada yang menyalahgunakan bantuan
pemerintah.
Usaha ini
dilanjutkan oleh Menteri Yusuf Wibisono, pengusaha Indonesia diberikan pinjaman
modal dengan harapan akan menjadi produsen dan dapat menghemat devisa negara.
Usaha
selanjutnya dilakukan oleh Menteri Perekonomian Mr. Iskaq Cokrohadiosuryo yang
mengutamakan tumbuh dan berkembangnya pengusaha swasta nasional pribumi.
c. Sistem
ekonomi Ali-Baba
Merupakan
bentuk kerjasama antara pengusaha pribumi ( Ali ) dan non pribumi ( Baba). Ide
inipun mengalami kegagalan karena pengusaha non pribumi lebih berpengalaman dan
pengusaha pribumi hanya diperalat untuk mempermudah mendapatkan kredit.
2. SISTEM EKONOMI PADA MASA DEMOKRASI
TERPIMPIN
a. Devaluasi
mata uang
Tanggal 24
Agustus 1959 pemerintah mendevaluasi mata uang Rp. 100,00 menjadi Rp. 100,00
dan Rp. 500,00 menjadi Rp. 50,00, sementara yang di bawah Rp. 100,00 tidak
didevaluasi. Tujuan devaluasi untuk meningkatkan nilai rupiah dan rakyat kecil
tidak dirugikan.
b. Menekan
laju inflasi
Dalam upaya
membendung aju inflasi pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti
UU no. 2 tahun 1959 dan mulai berlaku sejak tanggal 25 Agustus 1959 dengan
maksud untuk mengurangi banyaknya uang yang beredar agar dapat memperbaiki
kondisi keuangan dan pereknomian negara.
c.
Melaksanakan pembangunan nasional
Pada tanggal
28 Maret 1963 Presiden Soekarno menyampaikan Deklarasi Ekonomi ( DEKON ) di
Jakarta.Tujuannya adalah untuk menciptakan ekonomi nasional yang bersifat
demokratis dan bebas dari imperialisme untuk mencapai kemajuan ekonomi yang
berpegang pada sistem ekonomi berdikari.
Strategi Pembangunan Nasional Dari
Masa Sesudah Kemerdekaan Sampai Reformasi
PERENCANAAN
PEMBANGUNAN
Instrumen
dokumen perencanaan pembangunan nasional yang dimiliki oleh bangsa Indonesia
sebagai acuan utama dalam memformat dan menata sebuah bangsa, mengalami
dinamika sesuai dengan perkembangan dan perubahan zaman. Perubahan mendasar
yang terjadi adalah semenjak bergulirnya bola reformasi, seperti dilakukannya
amandemen UUD 1945, demokratisasi yang melahirkan penguatan desentralisasi dan
otonomi daerah (UU Nomor 22/1999 dan UU Nomor 25/1999 yang telah diganti dengan
UU Nomor 32/2004 dan UU Nomor 33/2004), UU Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan
Negara, UU Nomor 23 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil
Presiden, penguatan prinsip-prinsip Good Governance : transparansi,
akuntabilitas, partisipasi, bebas KKN, pelayanan publik yang lebih baik.
Disamping itu dokumen perencanaan pembangunan nasional juga dipengaruhi oleh
desakan gelombang globalisasi (AFTA, WTO, dsb) dan perubahan peta geopolitik
dunia pasca tragedi 11 September 2001.
Dokumen
perencanaan periode 1968-1998
Landasan
bagi perencanaan pembangunan nasional periode 1968-1998 adalah ketetapan MPR
dalam bentuk GBHN. GBHN menjadi landasan hukum perencanaan pembangunan bagi
presiden untuk menjabarkannya dalam bentuk Rencana Pembangunan Lima Tahunan
(Repelita), proses penyusunannya sangat sentralistik dan bersifat Top-Down,
adapun lembaga pembuat perencanaan sangat didominasi oleh pemerintah pusat dan
bersifat ekslusif. Pemerintah Daerah dan masyarakat sebagai subjek utama
out-put perencanaan kurang dilibatkan secara aktif. Perencanaan dibuat secara
seragam, daerah harus mengacu kepada perencanaan yang dibuat oleh pemerintah
pusat walaupun banyak kebijakan tersebut tidak bisa dilaksanakan di daerah.
Akibatnya mematikan inovasi dan kreatifitas daerah dalam memajukan dan
mensejahterakan masyarakatnya. Distribusi anggaran negara ibarat piramida
terbalik, sedangkan komposisi masyarakat sebagai penikmat anggaran adalah
piramida seutuhnya.
Sebenarnya
pola perencanaan melalui pendekatan sentralistik/top-down diawal membangun
sebuah bangsa adalah sesuatu hal yang sangat baik, namun pola sentralistik
tersebut terlambat untuk direposisi walaupun semangat perubahan dan otonomi
daerah telah ada jauh sebelum dinamika reformasi terjadi.
Pembangunan
Nasional pada masa ORDE BARU
berpedoman
pada TRILOGI PEMBANGUNAN dan DELAPAN JALUR
PEMERATAAN. Trilogy Pembangunan terdiri dari :
• Pemerataan
pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
•
Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
• Stabilitas
nasional yang sehat dan dinamis.
Runtuhnya
Orde Baru dan Lahirnya Reformasi
1. Penyebab
utama runtuhnya kekuasaan Orde Baru adalah adanya krisis moneter tahun 1997.
Sejak tahun 1997 kondisi ekonomi Indonesia terus memburuk seiring dengan krisis
keuangan yang melanda Asia. Keadaan terus memburuk. KKN semakin merajalela,
sementara kemiskinan rakyat terus meningkat. Terjadinya ketimpangan sosial yang
sangat mencolok menyebabkan munculnya kerusuhan sosial. Muncul demonstrasi yang
digerakkan oleh mahasiswa. Tuntutan utama kaum demonstran adalah perbaikan
ekonomi dan reformasi total. Demonstrasi besar-besaran dilakukan di Jakarta
pada tanggal 12 Mei 1998. Pada saat itu terjadi peristiwa Trisakti, yaitu
me-ninggalnya empat mahasiswa Universitas Trisakti akibat bentrok dengan aparat
keamanan. Empat mahasiswa tersebut adalah Elang Mulya Lesmana, Hery Hariyanto,
Hendriawan, dan Hafidhin Royan. Keempat mahasiswa yang gugur tersebut kemudian
diberi gelar sebagai “Pahlawan Reformasi”. Menanggapi aksi reformasi tersebut,
Presiden Soeharto berjanji akan mereshuffle Kabinet Pembangunan VII menjadi
Kabinet Reformasi. Selain itu juga akan membentuk Komite Reformasi yang
bertugas menyelesaikan UU Pemilu, UU Kepartaian, UU Susduk MPR, DPR, dan DPRD,
UU Antimonopoli, dan UU Antikorupsi. Dalam perkembangannya, Komite Reformasi
belum bisa terbentuk karena 14 menteri menolak untuk diikutsertakan dalam
Kabinet Reformasi. Adanya penolakan tersebut menyebabkan Presiden Soeharto
mundur dari jabatannya.
2. Akhirnya
pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya
sebagai presiden RI dan menyerahkan jabatannya kepada wakil presiden B.J.
Habibie. Peristiwa ini menandai berakhirnya kekuasaan Orde Baru dan dimulainya
Orde Reformasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar